Sumbangan Tulisan

Terima kasih Anda telah mengunjungi blog ini. Semoga Anda terinspirasi untuk Diam Sejenak 'tuk merenungkan hidup ini.

Kirimkan renungan/refleksi/pengalaman iman Anda ke blog ini untuk ditampilkan agar pembaca terinspirasi. Anda bisa mengirimkan ke email: diamsejenak@gmail.com

kategori

Kamis, 10 Januari 2008

[RENUNGAN] Kamis, 10 januari 2008

Luk 4:14-22

"Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya". Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya.

Banyak orang Nazaret mengagumi ajaran-ajaran dan tindakan-tindakan Yesus. Namun mereka tidak menangkap apa yang menjadi semangat dan daya penggerak Yesus untuk mengajar dan melakukan banyak mukjijat. Bacaan Injil hari ini adalah rangkuman semangat dan daya gerak dari ajaran dan tindakan Yesus.

Misi (Semangat dan daya hidup) Yesus:

"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang " (Luk 4:18-19).

Dengan kata lain, misi Yesus adalah melaksanakan perutusan Bapa.

Dewasa ini kita sebagai orang muda banyak diombang-ambing oleh iklan dan cap. Misalnya: anak gaul adalah anak yang tongkrongannya di Mall, pernah mencoba narkoba, mengikuti mode rambut terbaru atau mode baju terbaru dan lain-lain.

Kita tidak perlu menentang habis semua perkembangan zaman yang ada. Namun kita perlu kritis dan yang lebih penting lagi memiliki prinsip yang didasarkan pada misi kita. Karena misi itulah yang akan menjadi semangat dasar dan daya gerak hidup kita. Itulah yang akan menjadi dasar setiap pilihanku.

Sebagai pribadi-pribadi yang telah dipersatukan dengan Kristus dalam baptisan, kita juga dipanggil untuk menghayati misi yang sama dalam hidup kita. (Fr. Gunawan).

Senin, 07 Januari 2008

[RENUNGAN], Selasa, 8 Januari 2008

Markus 6:34-44

Para Murid : “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini.”

Yesus : "Kamu harus memberi mereka makan”

*********************

Hari-hari ini, Anda menyaksikan atau menerima banyak informasi tentang kesusahan dari saudara-saudara kita yang dilanda musibah banjir. Betapa menderita mereka yang dilanda banjir, tidak terkecuali mereka yang selama ini dikenal kaya. Andaikan Tuhan Yesus hidup pada zaman dan situasi ini, apa yang akan Dia minta dari Anda sebagai pribadi yang dibaptis di dalam Nama-Nya? Ingat, “Yesus Kristus [yang] tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8), masih berkata kepada Anda: "Kamu harus memberi mereka makan”.

Sebagai kristiani, kita dipanggil untuk memberi makan mereka yang lapar akan makan karena dilanda banjir atau lapar akan kasih sayang dan perhatian. Sekecil apa pun yang Anda berikan dan bahkan kalau itu hanya kedua tangan Anda, tetapi bagi Anda itu tidak mungkin berarti, Allah akan menjadikannya mungkin dan memang berarti bagi mereka yang membutuhkannya. Maukah Anda mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan perhatian Anda? Jika “ya”, segeralah Anda bertindak!


bastian-wawan, cm

[RENUNGAN], Senin, 7 Januari 2008

I Yoh 3:22-4:6

Barang siapa menuruti segala perintahNya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia.

Setiap kali merayakan ekaristi atau ibadat sabda kita meng-amin-i penyertaan Tuhan. Ketika pemimpin perayaan mengatakan: “Tuhan Sertamu”, umat serempak menjawab: “Dan Sertamu Juga”. Dengan jawaban itu, berarti umat dan pemimpin, dengan kata lain Gereja, meng-amin-i bahwa Tuhan diam, hadir dalam diri kita semua. Tuhan hadir dan diam dalam seluruh hidup kita saat ini, kapanpun dan bagaimanapun keadaan kita. Apakah kita mengimani itu semua?

Bacaan pertama hari ini menegaskan: “.. inilah perintahNya itu: supaya kita percaya akan Yesus Kristus,... dan supaya kita saling mengasihi...”. (1 Yoh 3:23). Mengapa? Karena orang yang melaksanakan perintah Tuhan tersebut, ia tinggal dalam Allah dan Allah dalam dia (3:24).

Mana kala kita percaya akan Yesus Kristus dan mengasihi sesama, maka Allah tinggal dalam kita dan kita tinggal dalam Allah. Ketika Allah tinggal dalam Allah dan kita tinggal dalam Allah maka hidup kita akan diubah. Sejauh mana iman dan kasihku pada Allah dan sesama? (Fr.Gunawan.CM, guns7878@gmail.com)

Sabtu, 05 Januari 2008

KISAH SEBUAH CINCIN

Beberapa Tahun yang lalu, di Mesir hidup seorang sufi yang tersohor bernama Zun-Nun. Seorang pemuda mendatanginya dan bertanya : "Guru, saya belum paham mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di zaman yang ini berpakaian necis amat perlu, bukan hanya untuk penampilan namun juga untuk tujuan banyak hal lain.”


Sang sufi hanya tersenyum, ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata : "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Cobalah, bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas."


Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu; "Satu keping emas. Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu."

"Cobalah dulu sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.

Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor; "Guru, tak seorang pun yang berani menawar lebih dari satu keping perak."

Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga. Dengarkan saja, bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor; "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih; "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".

Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas.

nn

Jumat, 04 Januari 2008

[RENUNGAN] Sabtu, 5 Januari 2008

Yohanes 1:43-51

Suatu hari Yesus memutuskan untuk pergi ke Galilea. Di situ, Yesus bertemu dengan Filipus dan berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!”. Hanya itu yang dikatakan oleh Yesus. Yesus tidak menjelaskan panjang lebar mengapa Filipus harus mengikuti-Nya? Yesus pun tidak memberikan iming-iming yang menggiurkan agar Filipus mengikutinya. Walaupun demikian, Filipus pun mengikuti Yesus. Filipus tetap berjalan dan mengikuti Yesus walaupun belum sepenuhnya dia mengerti panggilan itu. Berkat kesetiaan mengikuti Yesus, akhirnya Filipus berani berkata tentang Yesus: “Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nab, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.”

Tuhan menganugerahkan panggilan bagi kita untuk mengikuti Dia. Dia memberi panggilan itu kepada kita dalam pelbagai cara dan situasi. Di satu sisi panggilan itu bisa jelas kita pahami, dan di sisi lain, belum sungguh kita pahami arti panggilan Tuhan itu di dalam hidup kita. Tetapi, bagaimana pun, seperti Filipus, kita hendaknya berjalan, berjalan, dan terus berjalan mengikuti panggilan Tuhan: “Ikutlah Aku!” Mengikuti panggilan Tuhan berarti kita hendaknya memberi waktu bersama dengan Tuhan. artinya, kita perlu membina relasi personal dengan Tuhan. Percayalah, kita akan menemukan siapa Tuhan Yesus di dalam hidup kita! (bastian-wawan, cm)

Kamis, 03 Januari 2008

[RENUNGAN] Jumat, 4 Januari 2008

Yohanes 1:35-42

Dua bulan yang lalu, saya sangat sedih karena saya menemukan ada kekurangan uang ketika saya membuat laporan keuangan pada akhir bulan. Saya sudah berusaha menghitung ulang dan menanyakan kepada teman-teman apakah mereka meminjam uang dari saya. Rupanya, saya harus menggantikannya sebagai wujud tanggung jawab saya. Dua bulan kemudian, ada sebuah momen yang mengingatkan saya bahwa saya pernah mengeluarkan uang untuk keperluan tertentu. Dan memang, saya belum melaporkannya pada laporan sebelumnya. Akhrnya saya telah menemukan mengapa uang itu kurang! Saya sangat gembira dan menceriterakan kepada teman-teman saya.

*****************

Pengalaman kegembiraan apa pun yang kita alami hendaknya kita bagikan kepada orang lain. Andreas, saudara Simon Petrus yang mendengar perkataan Yohanes lalu mengikuti Yesus betapa mengalami kegembiraan karena berjumpa dengan Yesus, Sang Anak Domba Allah yang akan menyelamatkan manusia. Karena kegembiraan itu, dia terdorong untuk menceriterakan pengalaman itu kepada Simon, saudaranya dengan berkata: “Kami telah menemukan Mesias.” Tidak berhenti di situ, Andreas membawa Simon kepada Yesus, Sang Mesias. Andreas mau berbagi kegembiraan dan bahkan menghantar Simon kepada Sang Mesias yang telah ditemukannya.

Kita telah mengalami banyak kegembiraan dan suka cita dari Tuhan. di dalam hidup kita. Kita mengalami Allah yang berkarya di dalam hidup kita. Adakah kita berbagi kegembiraan dengan suadara-saudara kita? Ada kita juga menghantar saudara-saudara kita pada Tuhan, Sang Sumber Kegembiraan? Atau adakah kita hanya sibuk menikmati kegembiraan itu untuk diri kita sendiri? Adakah kita menghalangi orang lain yang ingin berjumpa dengan Tuhan, Sang Sumber Kegembiraan, lewat usaha kita mengarahkan orang lain pada diri kita sendiri?

Mari kita berbagi kegembiraan dan bahkan menghantar orang lain kepada Tuhan, Sang Sumber Kegembiraan! (bastian-wawan,cm)

Rabu, 02 Januari 2008

[RENUNGAN] Kamis, 3 Januari 2008

Yohanes 1:29-34

Ketika Yohanes membaptis di Sungai Yordan, ia melihat Yesus datang kepadanya. Maka katanya: “Lihatlah Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia...”

“Kamu mau menjadi apa kalau sudah besar?” tanya Rm. Roy kepada anak TK. Anak itu menjawab: “Saya ingin menjadi artis supaya terkenal.” Rm. Roy merasa terheran-heran atas jawaban itu. Dia heran karena betapa jawaban polos anak kecil itu mewakili keinginan dan usaha banyak orang untuk menjadi orang yang terkenal.... banyak orang yang menarik simpati supaya dia lebih terkenal dibandingkan dengan yang lain, bahkan dengan temannya sendiri.

Yohanes Pembaptis tampil sebagai pribadi yang tidak gila ketenaran dan kehormatan. Dia sadar akan perutusannya, yakni “mempersiapkan dan membuka” jalan bagi Tuhan Yesus. Yohanes Pembaptis tidak menggunakan kesempatan baik yang dimilikinya untuk mengarahkan orang lain kepada dirinya sendiri. Tetapi dia mengarahkan semua orang kepada Yesus: Lihatlah Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia...”. dan lagi dia berkata: “Aku telah melihat-Nya! Maka aku memberi kesaksian: Dia inilah Anak Allah!”.

Dalam kehidupan keseharian, apakah kita hanya mencari ketenaran diri kita sendiri? Apakah kita hanya mewartakan diri kita sendiri? Adakah kita bersaksi dengan rendah hati akan kehadiran Allah di dalam hidup kita yang kita alami lewat karya dan kebaikannya kepada kita? Kita sebagai orang kristen dipanggil untuk memberi kesaksian seperti Yohanes tentang Tuhan Yesus dan segala karya-Nya. (bastian-wawan, cm)

[RENUNGAN], Rabu, 2 Januari 2008

Yohanes 1:19-28

Dalam bacaan Injil ini kita diajak untuk belajar kerendahan hati dari Santo Yohanes Pembaptis. Orang-orang bertanya-tanya sipakah Yohanes pembaptis itu. Ada tiga nama yang ditanyakan kepada Yohanes. Apakah engkau Mesias? Bukan. Apakah engkau Elia? Bukan. Apakah engkau nabi yang akan datang? Bukan. Mesias, Elia, dan Nabi yang akan datang adalah tiga nama besar. Tetapi, Yohanes dengan jujur dan rendah hati bahwa ia bukanlah salah seorang dari tokoh itu. Ia bukanlah apa-apa. Ia adalah suara yang berseru-seru di padang gurun. Siapakah yang mendengarkan suara di padang gurun? Tak ada orang yang mengaguminya. Bahkan, Yohanes sendiri mengatakan bahwa membuka tali kasut Sang Mesias saja ia tidak layak. Maka, Yohanes memberikan teladan kerendahan hati kepada kita. Hal ini semakin tampak nyata kalau kita mengingat kata-kata Yohanes Pembaptis, “Biar aku semakin kecil dan Dia semakin besar.”

Yohanes bisa bersikap rendah hati karena ia mengenal siapakah dirinya, apa tugas, dan panggilannya. Ia tahu dan sadar bahwa ia bukanlah Sang Mesias karena itu ia hanya membaptis dengan air. Ia bukanlah Elia karena itu ia tidak melakukan mejuzat-mujizat seperti yang dilakukan Elia. Ia bukanlah Nabi yang akan datang karena itu ia hanyalah suara orang yang berseru-seru di padang gurun. Tugas Yohanes hanyalah untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan; meluruskan jalan Tuhan. Ia bertugas membuka jalan dan menghantar orang lain untuk sampai kepada Tuhan. Ia tidak mengajak orang untuk mengagumi kehebatan dirinya, tetapi mengajak orang untuk sampai pada Tuhan. Dialah yang paling patut untuk dikagumi.

Nah, teman-teman, kita sendiri bisa bertanya, apakah kita sudah cukup mengenal siapakah diri kita, apa tugas, dan panggilan hidup kita? Apakah kita sudah berusaha untuk jujur pada diri kita sendiri, mengenal, dan berusaha menerimanya? Banyak orang tidak bisa bersikap rendah hati karena ia tidak mau jujur pada dirinya sendiri, karena ia tidak mau menerima dirinya sendiri; Ia tidak mau mengakui kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan dirinya; Ia sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain; Ia tidak pernah puas dan selalu iri terhadap keberhasilan orang lain; Ia bangga kalau banyak orang mengagumi kehebatan dirinya, dan sebagainya. Dengan demikian, orang baru bisa bersikap rendah hati bila ia mampu mengenal dan menerima dirinya sendiri. Mari kita mengisi masa muda kita dengan belajar rendah hati, dengan belajar mengenal dan menerima diri kita sendiri. (fr. Kurniawan, cm / kurniawancm@gmail.com).

Selasa, 01 Januari 2008

MELIBATKAN TUHAN DALAM RENCANA HIDUPMU

Lukas 2:16-21

Jika Anda pergi ke suatu tempat yang belum pernah Anda datangi, Anda akan mencari informasi tentang tempat itu. Informasi itu diharapkan dapat memberi gambaran yang menyeluruh dan pasti agar Anda dapat merencakan perjalanan dengan baik. Demikian juga ketika meninggalkan tahun 2007 dan memasuki tahun 2008, kita membutuhkan kepastian tentang hari-hari yang akan kita jalani di tahun baru ini. Apakah kita perlu meletakkan rencana hidup kita pada informasi paranoramal tentang tahun 2008?

Mari kita belajar dari para gembala, Maria dan Yusuf! Para gembala segera berangkat ke Betlehem setelah mendapat kabar dari Malaikat Tuhan tentang kelahiran Juruselamat, yaitu Yesus Tuhan (Luk 2:8-15). Mereka membiarkan hidupnya dituntun oleh Allah menurut rencana-Nya. Malaikat Tuhan menghendaki mereka untuk menyaksikan peristiwa besar, yakni kelahiran Juruselamat! Betapa para gembala membiarkan hidupnya dituntun oleh Allah dan bersedia menjalani segala rencana Allah! Demikian juga Maria dan Yusuf, mereka sungguh menjalani apa yang telah diatur dan direncakan oleh Allah. Dalam peristiwa penyunatan dan pemberian nama, mereka memberi nama Yesus kepada anak mereka sesuai dengan nama yang disebut oleh malaikat sebelum Anak itu dikandung oleh Ibu-Nya. Baik para gembala dan orang tua Yesus tidak meletakkan hidup mereka pada rencana manusia belaka, tetapi pada rencana Allah.

Sikap para gembala, Maria dan Yusuf di mana membiarkan hidup mereka diatur oleh Allah hendaknya menjadi sikap kita dalam menjalani tahun 2008. Allah telah merencakan sesuatu yang indah di dalam hidup kita. Tetapi apakah kita mau berjalan sesuai dengan rencana Allah? Adakah kita melibatkan Allah di dalam hidup kita? Hanya dengan melibatkan Allah di dalam rencana hidup kita di tahun 2008, kita akan mampu menapaki tahun ini sebagai seorang peziarah yang penuh dengan iman dan harapan akan penyertaan Allah tanpa keputus-asa-an!
(bastian-wawan, cm)