Sumbangan Tulisan

Terima kasih Anda telah mengunjungi blog ini. Semoga Anda terinspirasi untuk Diam Sejenak 'tuk merenungkan hidup ini.

Kirimkan renungan/refleksi/pengalaman iman Anda ke blog ini untuk ditampilkan agar pembaca terinspirasi. Anda bisa mengirimkan ke email: diamsejenak@gmail.com

kategori

Senin, 11 Juni 2007

HIDUP PENUH SYUKUR

“Kau akan baik-baik saja. Kau punya hati yang teguh. Dalam hidup ini, kau tentu akan melakukan kesalahan, kau akan mengalami kegagalan, tetapi bangun dan berdiri lagi itulah yang penting.”
(DAVE PELZER, a Man named Dave)


Hari-hari yang kita lalui diwarnai dengan peristiwa-peristiwa yang sarat dengan suasana kegembiraan dan kesedihan, kesuksesan dan kegagalan, melakukan kesalahan dan melakukan kebaikan. Intinya, aneka peristiwa dan sekaligus suasana hati yang ditumbulkannya saling bertentangan antara yang satu dengan yang laiinya.

Bingung! Hidup tidak ada makna! Itulah yang kita alami manakala kita berada pada disposi batin yang ekstrim sebagai dampak dari peristiwa-peristiwa yang bertentangan yang kita alami dalam hidup keseharian kita. Kegembiraan dan kesuksesan terkadang membawa orang pada disposisi hidup berhenti untuk berusaha karena merasa segala-galanya telah tercapai. Tetapi lambat-laun, ada kebosanan dan ketidakbahagiaan yang akan menghapiri hari-harinya. Demikian pula dengan yang mengalami kegagalan dan kesedihan, dia merasa paling menderita hinggan sampai pada taraf putus asa dan bunuh diri.

Andaikan kita mampu bersyukur atas setiap peristiwa yang kita alami dan terima dalam hidup ini, niscaya hidup kita akan tenteram dan bahagia. Kita tidak akan digelisahkan oleh banyak peristiwa apa pun yang terjadi dalam hidup kita karena kita berada pada disposisi batin yang selalu menerima dan mensyukuri apa pun bahkan yang paling dihindari dan ditolak oleh banyak orang!

Hidup penuh syukur. Orang yang senantiasa bersyukur akan mampu menghargai sekecil apa pun yang dialami dalam hidupnya. Orang yang bersyukur tidak akan pernah berhenti berusaha untuk berbuat sesuatu manakala dia mengalami kegagalan dan kesedihan. Kegagalan dan kesedihan selalu dilihat sebagai sisi lain dari kesempatan untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan.

Hidup ini adalah rahmat. Itulah keyakinan yang selalu menggema dalam hati orang yang selalu bersyukur. Karena hidup ini adalah rahmat, maka hidup ini harus di rencakan; harus dikerjakan; harus berharap dengan antusias bahwa setiap saat dalam hari-hari yang kita isi dengan kebaikan akan menyediakan keajaiban kecil dalam hidup kita.

Kita akan mampu menjadi orang yang selalu bersyukur manakala kita memberi waktu untuk DIAM SEJENAK merenungkan hari-hari yang kita lalui bersama Tuhan yang menyelenggarakan hidup ini.

bastian-wawan

Kamis, 07 Juni 2007

KEPERCAYAAN VS KETAKUTAN UNTUK DITOLAK

“Kadang-kadang kita sangat takut ditolak, sehingga kita mempertahankan diri dengan lebih dahulu membuat penolakan. Kita membuat jarak dengan orang lain – kita menolak mereka – dengan berpikir bahwa lebih baik menjauh dari mereka daripada membiarkan mereka menghancurkan kita”
(Douglas A. Marrison dan Christopher P. Witt)


Kegagalan dalam membangun relasi dan kehidupan bersama terkadang bersumber dari ketakutan untuk ditolak. Ketakutan itu terkadang tidak berdasarkan atas fakta yang dialami bersama dengan orang lain. Tetapi ketakutan itu lahir dari kecurigaan yang kita ciptakan sendiri. Kita berpikir seperti ini: “Ketika orang lain atau pasangan hidupku mengetahui keburukan atau kelemahanku dan bahkan momen-momen dalam hidupku yang paling aku sembunyikan akan menolak dan bahkan meninggalkanku. Pengalaman ditolak dan ditinggalkan ini akan menghancurkan hidupku”.

Relasi dan kehidupan bersama dengan orang lain harus dibangun di atas kepercayaan. Kita harus percaya bahwa orang lain akan menerima kita apa adanya, baik kebikan dan keburukan kita. Penerimaan orang lain terhadap diri kita hanya mungkin jika kita mewujudkan kepercayaan itu dalam kejujuran dan bukan dalam kepalsuan diri. Kejujuran? Ya, kejujuran tentang siapa kita. Kita tidak perlu menggunakan topeng diri agar kita diterima oleh orang lain. Topeng diri akan membuat diri kita tidak aman! Ketidakamanan diri itu akan dirasakan oleh orang lain. Lihat….!! Ketidakjujuran kita justru akan melukai mereka. Relasi dan hidup bersama pun akan hancur.

Relasi dan kehidupan bersama terkadang melukai kita. Kita harus siap untuk dilukai… Luka itu akan sembuh dan menjadi berkah manakala kepercayaan satu dengan yang lain kita bangun dan ketakutan yang kita ciptakan sendiri kita tanggalkan…..!
(Bastian-Wawan)

KEKUATAN TUJUAN HIDUP

”Salah satu perawatan yang dianjurkan bagi penderita kanker adalah “perawatan tujuan-hidup”. (Masaru Emoto)

Kanker begitu menakutkan banyak orang. Aku pun demikian. Kalau diberi pilihan, maka aku akan memilih tidak menderita penyakit kanker. Tetapi aku tidak bisa memastikan apakah aku tidak menderita penyakit yang membahayakan itu. Untuk itu, aku memilih untuk menjaga pola hidup sebagai tindakan preventif. Biasanya aku tidak suka makan sayur (kalau pun mau, itu tidak dimotivasi oleh kesadaran bahwa itu kebutuhanku). Ada insight baru yang membuka kesadaran dan sekaligus mendorong aku untuk merubah pola makan. Kata temanku, kebiasaan tidak makan sayur memiliki potensi besar kena kanker usus....wah siapa yang mau kena kanker? Akhirnya aku memutuskan untuk makan sayur dan mengurangi (dan bila perlu tidak) makan daging.

Kanker sangat membahayakan kehidupan siapapun! Kanker memiliki kemiripan dengan AIDS. Penderita AIDS, kata seorang dokter yang hari-harinya berkontak dengan penderita AIDS, mengalami keterasingan, kehilangan harapan hidup, useless, dan dalam benak mereka hanya ada kematian. Mereka sangat sensitif! Jika dokternya agak sibuk sehingga kurang memberi perhatian, mereka sangat marah dan menganggap mereka sudah tidak diperhatikan lagi.

Dampak-dampak psikologis yang ditimbulkan oleh penyakit kanker dan AIDS juga bisa menimpa siapa saja walau pun de facto tidak menderita penyakit yang membahayakan itu. Dampak-dampak itu tampak dalam ungkapan-ungkapan berikut: ”Aku terperangkap dalam rutinitas yang menjemukan! Aku tak punya kehidupan! Tenagaku habis- capek sekali! Hidupku hampa dan tak bermakna! Ada sesuatu yang hilang! Aku marah dan takut! Aku tak sanggup menghadapi kenyataan hidup! Aku tidak bisa mengubah keadaanku!”. Salah satu penyebab utama adalah tidak adanya tujuan hidup. Tujuan hidup memiliki kekuatan besar dalam peziarahan hidup ini. Sebagai ilustrasi, sepasang kekasih setelah melihat indahnya kebersamaan memutuskan untuk menikah. Keindahan akan kebersamaan tidak akan punya kekuatan apa-apa jika tidak ada tujuan bersama untuk membangun bahtera rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih, baik dalam suka maupun dalam duka. Tanpa tujuan bersama ini, keindahan kebersamaan itu akan segera pudar dan redup. Manakala menghadapi kesulitan dan ketidakcocokan, keduanya akan memutuskan untuk mengakhiri keindahan kebersamaan itu. Kehidupan anak-anak pun tidak diperhitungkan. Mereka meninggalkan luka dalam hidup anak-anak mereka. Sungguh mengenaskan!

Kita perlu membangun tujuan hidup. Kita perlu bertanya pada diri sendiri: ”Apa tujuanku bersekolah? Apa tujuanku bekerja? Apa tujuanku membangun rumah tangga? Apa tujuanku memilih pilihan hidupku ini? Dan akhirnya apa tujuan keberadaanku di dunia ini?

Ketika kita tahu apa yang menjadi tujuan hidup kita (dan terus-menerus merawatnya), kita akan tetap memiliki semangat mewujudkan tujuan itu. Bahkan ketika kita putus-asa dalam mencapainya, kita akan pasti segera pulih dan menggapai tujuan itu. Kita akan melakukan hal-hal yang baik, indah, dan berarti dalam hidup ini, baik untuk diri kita sendiri dan keluarga maupun untuk orang lain.

Kita tidak perlu membiarkan “kanker” merenggut kebahagiaan yang telah disediakan oleh Tuhan dalam hidup kita. Untuk itu, kita perlu menentukan tujuan hidup kita. Dan kita perlu tahu bahwa tujuan hidup kita adalah Tuhan sendiri, Sang Sumber Kebagiaan. (Bastian-Wawan)