Sumbangan Tulisan

Terima kasih Anda telah mengunjungi blog ini. Semoga Anda terinspirasi untuk Diam Sejenak 'tuk merenungkan hidup ini.

Kirimkan renungan/refleksi/pengalaman iman Anda ke blog ini untuk ditampilkan agar pembaca terinspirasi. Anda bisa mengirimkan ke email: diamsejenak@gmail.com

kategori

Kamis, 30 Agustus 2007

Kebahagiaan: Pilihan Radikal Pengikut YESUS

Setiap manusia memiliki orientasi meraih masa depan yang damai, sejahtera, makmur dan bahagia. Setiap kali ia berusaha untuk membangun suatu hidup yang bijaksana. Berbagai cara dan jalan dicoba untuk mendapatkannya. Namun, terkadang manusia berjalan terlalu jauh atau membayar terlalu mahal, bahkan melupakan tujuan sebenarnya. Bahkan ada yang menginginkan kebahagiaan hidup tanpa mengetahui dengan pasti di mana tumpuannya dan ke mana arah kakinya melangkah. Tak heran bila dijumpai begitu banyak orang yang mengalami frustrasi, patah semangat, hilang rupa dan identitasnya sendiri. Bahkan banyak dari mereka yang gagal ini merasa hidupnya tak bermakna lagi, mengalami kekosongan makna yang dahsyat, sampai-sampai menempuh jalan pintas dengan bunuh diri.

David Knight, dalam bukunya “Menggapai Yesus: Lima Langkah Menuju Hidup dalam Kelimpahan” (Penerbit OBOR: Jakarta, 2001), menawarkan jalan hidup kepada kita, khususnya para pengikut Kristus, guna mendapatkan kebahagiaan itu dalam kelimpahannya. Bukan kebahagiaan semu yang terasa nikmat sesaat lalu lenyap tak berbekas. Sebagai orang-orangnya Kristus, kita hendaknya selalu menjadikan Dia tumpuan, harapan, dan sentral orientasi hidup kita bersama yang lain di dunia ini. Yesus dan jalan-jalan-Nya menjadi figur sentral dan tiada bandingnya dengan jalan duniawi lain yang ditawarkan kepada kita. Kebahagiaan yang dialami tersebut adalah buah-buah dari pilihan kita mengikuti Yesus. Tulisan ini merujuk pada gagasan David Knight dalam bukunya ini.

Arti mengikuti Yesus

Mengikuti Yesus berarti menapaki jalan kehidupan-Nya, dengan mengenakan keutamaan-keutamaan dan keprihatinan-Nya, serta pilihan-pilihan-Nya. Yesuslah sumber hidup bahagia yang dicari setiap orang itu. Dia adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6). Dia datang ke dunia supaya kita mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (bdk. Yoh 10:10). Keputusan untuk percaya atau tidak pada Yesus selaku hidup yang dicari itu merupakan suatu hal yang amat penting yang mesti kita ambil karena ini menentukan kehidupan kita sendiri.

Tidaklah cukup mengakui Yesus dengan kata-kata atau menerima secara intelektual bahwa Yesuslah penebus dunia. Bila kita sungguh-sungguh percaya bahwa hidup melimpah yang kita dambakan selama ini kita peroleh melalui persekutuan dengan-Nya, niscaya kita akan mengarahkan seluruh hidup kita ke arah pencapaian persekutuan itu. Bila kita sungguh-sungguh percaya bahwa Yesuslah jalan menuju hidup yang melimpah, mau tidak mau kita mesti mengikuti-Nya, mendasarkan segala hal yang kita lakukan pada kata-kata dan teladan hidup-Nya.

Kehidupan Kristiani sesungguhnya merupakan sebuah kematian terus-menerus terhadap apa saja yang kurang supaya bisa menghidupi nilai-nilai yang lebih tinggi. Kematian seperti ini sebenarnya bukanlah tanda kekalahan, tetapi justru kemenangan, “Sebab jika kamu hidup menuruti daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh Kudus kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup” (Rm 8:13). Rasul Paulus di sini tidak hanya berbicara mengenai pentingnya menerima kematian badan supaya bisa memperoleh kehidupan kekal yang bahagia, tetapi mengenai kematian terhadap segala hal yang bisa mengurangi jawaban kita kepada Yesus Kristus di dunia ini sehingga kita pun mulai mengalami kelimpahan hidup itu, di sini dan sekarang. Pilihan mengikuti Kristus adalah komitmen kita. Segala pilihan serta komitmen lain dalam hidup kita tidak memiliki nilai abadi, kecuali kalau dengan cara tertentu merupakan tanggapan terhadap pribadi dan sabda Yesus Kristus sendiri.

Lima langkah pilihan radikal

Bila kita ingin menggapai kebahagiaan yang melimpah, David Night, seorang teolog yang meraih gelar doktornya dari Universitas Katolik Washington, D.C., mengajak kita untuk menapaki lima pilihan untuk mati dan bangkit bersama Yesus:

Langkah pertama, Pilihan menjadi Kristen.

Menjadi Kristen berarti menjadikan Yesus Sang Penyelamat sebagai seorang yang mengambil bagian secara aktif dalam segala hal yang kita lakukan. Untuk itu, kita harus mati terlebih dahulu terhadap harapan-harapan serta penyelamat-penyelamat palsu; mati terhadap segala keyakinan akan kemampuan diri sendiri dalam menggapai keselamatan dan kebahagiaan sejati supaya bangkit kepada Kristus Sang Penyelamat dunia dan menjadikan Yesus “partisipan aktif” dalam segala hal yang kita lakukan; berinteraksi secara sadar dengan-Nya dalam setiap aktivitas harian kita. Hanya melalui interaksi yang terus-menerus dengan Yesus, Sang Penunjuk Jalan dan Guru Kehidupan, kita bisa secara bertahap membebaskan diri dari kebudayaan kita yang gelap dan ternoda, dari prioritas-prioritas, nilai-nilai, dambaan-dambaan dan ketakutan-ketakutan yang telah diprogramkan dalam diri kita oleh kebudayaan tersebut, dan kemudian belajar dari pada-Nya untuk hidup dalam kelimpahan.

Persoalannya, “Apakah Anda yakin bahwa Yesus Kristus adalah Penyelamat dunia, satu-satunya orang yang dapat menyelamatkan hidupmu sekarang ini dari apa yang sesungguhnya tidak Anda kehendaki terjadi?”

Langkah kedua, Pilihan menjadi Seorang Murid.

Menjadi murid berarti mau duduk di bawah kaki Yesus, Sang Guru sejati, dan mau belajar serta menghidupi kehidupan-Nya yang bersumber pada sabda dan teladan-Nya sendiri. Sebelum kita menjadi rasul Yesus, kita harus menjadi murid-Nya terlebih dahulu. Untuk itu, kita dituntut memasuki kuburan kedua supaya bisa bangkit bersama-Nya. Kita harus mati terhadap segala sesuatu yang menghalangi kita dalam menyediakan waktu dan perhatian untuk belajar dari-Nya. Hal-hal yang menjadi penghalang itu bisa berupa pekerjaan kita, hiburan-hiburan yang membawa kenikmatan, pengorbanan diri yang berlebihan dalam mempelajari hal-hal lain tanpa mempelajari sedikit pun ajaran Yesus, kemalasan, kesombongan, menganggap diri bahwa kita sudah cukup banyak belajar tentang agama, fundamentalisme picik, dan lainnya. Kita juga harus mati terhadap terang palsu dunia yang menyesatkan, mati terhadap asumsi bahwa kita tidak perlu susah payah memilih untuk menjadi murid Yesus karena kita juga bisa menemukan kebahagiaan dan mendapatkan apa yang kita inginkan bila mengikuti cara hidup, prioritas-prioritas, dan kecenderungan zaman serta gaya hidup modern: “yang penting enjoy”. Dengan demikian, kita akan semakin mengenal-Nya dan sanggup mencintai sebagaimana yang Dia kehendaki, dan dengan itu kita juga bisa melayani-Nya sebagaimana mestinya.

Persoalannya, apakah kita sadar akan belenggu-belenggu yang melilit jiwa dan badan kita selama ini? Acapkali kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu diri dengan baik; kita menganggap inilah diriku yang benar dan sebenarnya, padahal kita sedang menghayati diri palsu, kebenaran semu, oleh karena terbiasa dengan kepalsuan dan tak terbuka mata hati untuk melihat cahaya baru yang sejati. Acapkali kita hidup di tengah cahaya lilin yang samar-samar dan lantas mengganggapnya sebagai cahaya satu-satunya dan hanya itu; padahal di luar sana bulan purnama memancarkan kemolekan cahayanya dan matahari setia bangun dari tidurnya memancarkan sinar lembut di pagi hari, panas terik di siang bolong dan senja kemilau menawan di sore hari. Di sini dibutuhkan perubahan cara pandang dan persepsi kita, atau perubahan paradigma, dalam membaca sejarah kehidupan, dalam menangkap realitas yang menampak, dan dalam menyingkap selubung ketertutupan diri bagi hadirnya insight baru, kebenaran sesungguhnya. Hal ini penting sebab persepsi kita mempengaruhi cara pandang kita, dan hal ini berimplikasi pada pola pikir dan cara kita bertindak.

Langkah ketiga, Pilihan menjadi Seorang Nabi.

Menjadi nabi berarti menjadikan segala sesuatu dalam hidup kita sebagai ungkapan kesaksian akan Yesus Kristus. Untuk itu, kita harus mati terlebih dahulu terhadap ketakutan untuk berdiri sendiri dan ketakutan pada kemungkinan dikucilkan dari masyarakat sebagai risiko mengikuti Kristus. Inilah kuburan ketiga. Seorang nabi Kristus pertama-tama bukanlah seorang peramal masa depan, tetapi orang yang justru menciptakan masa depan itu sendiri. Para nabilah yang membimbing dan mengarahkan Gereja ke masa depan dengan cara menghidupi masa depan tersebut di dalam kehidupan mereka saat ini. Tindakan dan cara hidup para nabi biasanya mendahului pemahaman atau patokan moralitas yang sedang berlaku. Kesaksian para nabi sering kali mendahulu kelahiran sebuah hukum. Kebenaran luhur yang ditawarkannya mendapat penolakan bukan karena keliru, tetapi lebih karena belum waktunya. Dan ini dipahami sebagai karya Roh Kudus; sebuah jawaban terhadap kebutuhan zaman.

Persoalan menjadi seorang nabi sebetulnya terletak pada ketakutan untuk berdiri seorang diri, bahkan takut pada kesendirian di hadapan suara hatinya selaku pengadilan bisu. “No one likes to stand alone, not even before the silent trubunal of one’s own heart”. Seorang nabi harus berani mati terhadap konformitas sosial (cultural or social conformity) supaya bisa bangkit dan menjadi saksi Kristus yang sejati. Untuk itu, kita tidak perlu menjadi heroik terlebih dahulu. Kita hanya memerlukan sebuah langkah awal: Keberanian dan keteladanan hidup.

Langkah keempat, Pilihan menjadi Seorang Imam.

Menjadi imam di sini tidak berarti harus masuk seminari dulu, belajar filsafat dan teologi, lalu ditahbiskan. Tidak! Kita semua dipanggil dan diutus untuk memperantarai kehidupan Allah kepada sesama dalam pelayanan cinta kasih. Semua yang telah dibaptis dalam nama Allah Tritunggal Mahakudus juga dibaptis untuk berpartisipasi di dalam imamat Yesus, Sang Imam Agung. Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (mat 10:28). Inilah makna menjadi imam Kristus: melayani tanpa syarat…. Untuk itu, kita harus masuk ke dalam kuburan keempat, mati terhadap agama yang bersifat tertutup (eksklusif) supaya bisa bangkit menjadi seorang pelayan sesama, tanpa diskriminasi (agama inklusif). Kita harus mati terhadap pikiran yang mengatakan bahwa agama adalah persoalan pribadi dan urusan privat. Kita juga perlu meninggalkan pikiran yang menegaskan bahwa kita bisa berdiri sendiri di hadapan Allah secara pribadi tanpa mempedulikan tanggung jawab terhadap sesama umat beriman maupun seluruh manusia. Kita lalu bangkit dengan mengenakan pikiran baru bahwa kita semua adalah saudara dengan Allah Yang Esa sebagai Bapa kita.

Langkah kelima, Pilihan menjadi Seorang Gembala/Pemimpin.

Kita diundang Tuhan untuk mengubah tatanan dunia menjadi lebih baik dan bermartabat. Saatnya kita diutus Yesus untuk meresapi segenap sudut kehidupan dan kegiatan manusia dengan prinsip-prinsip, nilai-nilai, sikap hidup, dan prioritas-prioritas yang dicontohkan dan diajarkan Yesus sendiri. Dalam gerakan pembaruan ini, orang-orang Kristen dituntut terlebih dahulu untuk mengenal serta menghormati tujuan-tujuan alamiah dan benar dari apa yang mau diperbarui. Misalnya, bisnis perlu ditransformasikan kepada kegiatan bisnis yang lebih baik, dan bukannya melulu diarahkan kepada kegiatan amal. Pendidikan perlu ditransformasikan kepada kegiatan pendidikan dan pengajaran yang lebih baik dan profesional, dan bukan semata-mata menekankan pelajaran Kitab Suci dan agama. Politik perlu ditransformasikan kepada kegiatan politik yang lebih manusiawi, dan bukannya menjadikan politik sebagai hamba dari kebijakan-kebijakan hierarki Gereja atau penguasa negara. Dan kehidupan sosial, supaya bisa diubah menjadi kehidupan sosial Kristiani, maka ia harus menyerupai “perkawinan di Kana” dan bukannya piknik ala kaum puritan.

Ketika ibu Yesus mengatakan kepada Yesus bahwa mereka kehabisan anggur, Yesus tidak menjawab, “Baik sekali kalau begitu; mereka seharusnya minum sirup saja!” Tidak sama sekali. Yesus justru menyugukan mereka anggur yang diubah-Nya dari air. Pesta perkawinan tetaplah pesta perkawinan. Dia hanya mengubah maknanya saja. Untuk bisa melakukan semuanya itu, kita harus mati terhadap segala perasaan putus asa dan ketakutan mengenai segala akibat yang bisa muncul sebagai risiko menghayati tanggung jawab membangun Kerajaan Allah mulai dari dunia ini. Inilah kuburan kelima.

Perlu kehendak baik untuk memulai

Kelima langkah menggapai kebahagiaan bersama Yesus yang ditawarkan kepada kita ini, bisa dijadikan pegangan bermakna untuk mati terhadap kecenderungan diri yang tidak sehat dan bangkit menjadi seperti Kristus. Siapa saja yang memilih dan menapaki langkah-langkah tersebut akan semakin menyadari keberadaannya dan semakin mengenal identitas serta panggilannya. Langkah-langkahnya praktis dan mudah dihayati dalam menggapai kelimpahan hidup bersama Yesus. Anda tidak perlu menjadi heroik terlebih dahulu untuk memulai menghayatinya. Anda bahkan tidak perlu menjadi seorang Kristen yang baik terlebih dahulu. Anda hanya perlu kehendak baik untuk memulainya. Sekaranglah waktunya. Kita bisa memulainya dari titik di mana kita berada. Tunggu apa lagi?***

By. Yon Lesek

Pemerhati Masalah Sosial-agama

Email: yonlesek@yahoo.com

Hp: 0813 8300 3674

Minggu, 26 Agustus 2007

CENTERING PRAYER

“Lalu firman-Nya: "Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN!" Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu. Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?" (I Raja-raja 19:11-13)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nabi Elia yang sedang mengalami pergumulan berat mengalami kehadiran Allah pada saat mendengar angin sepoi-sepoi basa. Pengalaman Elia mau mengatakan kepada kita betapa kita akan mengalami Allah jika kita memberi ruang dalam hidup kita untuk mengalami Allah dalam keheningan. Keheningan adalah bahasa Allah.

Keheningan di dalam doa akan membantu kita mengalami kehadiran Allah. Centering Prayer yang merupakan doa populer saat ini adalah doa keheningan dengan maksud membantu kita mengalami kehadiran Allah yang hidup dan tinggal di dalam diri kita. Di samping mengalami kehadiran Allah, doa ini juga akan membantu kita memandang setiap peristiwa hidup kita dari sudut pandang lain, yakni dalam sudut pandang Allah. Percayalah Anda akan menjadi orang yang tangguh dalam menapaki jalan hidup kesaharian yang tampaknya membosankan dan tidak mengenakkan.

Berikut ini adalah langkah-langkah doa Centering Prayer yang dapat Anda ikuti. Doa ini berlangsung selama 20-30 menit (atau Anda dapat menentukan sendiri waktu sesuai dengan kebutuhan Anda):

1. Pilihlah sebuah KATA SUCI sebagai simbol dari maksud Anda untuk membiarkan diri mengalami kehadiran Allah yang hidup di dalam diri Anda sendiri. Kata suci merupakan kata yang mewakili keinginan Anda untuk berada dalam dan mengalami kehadiran Allah serta untuk berpasrah pada kehendak-Nya. Kata suci tidak perlu diubah selama doa. Contoh kata suci: Yesus, Tuhan, Cinta

2. Duduklah dengan nyaman dan dengan mata tertutup, tenang (Anda bisa mengucapkan doa singkat, misalnya Tuhan, aku mengucapkan terima kasih atas kehadiran-Mu di dalam diriku) dan sambil memunculkan kata suci di dalam kesadaran. Pikirkanlah kata suci itu dalam bentuk apapun ia muncul. Tetapi kata ini tidak untuk diulang terus-menerus. Ketika Anda menjadi tenang dan masuk semakin mendalam, Anda akan bisa mencapai pengalaman di mana kata suci hilang sama sekali dan tidak ada pikiran apapun. Dalam keheningan batin Anda mengalami kasih Allah.

3. Ketika Anda menyadari pikrian-pikiran, dengan sangat perlahan-lahan kembalilah ke kata suci. Pikiran yang dimaksud adalah perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, ingatan-ingatan, dan aneka pengalaman inderawi yang membelokkan Anda pada tujuan mengalami kehadiran Allah. Kita tidak perlu berusaha keras menolak pikiran-pikiran itu. Kita hanya membiarkan pikiran-pikiran itu lewat begitu saja tanpa mempengaruhi Anda. Kalau Anda sudah terbiasa dengan doa ini, pikiran-pikiran itu tidak akan mengganggu Anda lagi. Anda akan seperti orang yang tinggal di daerah rel kereta api di mana Anda sangat terganggu saat pertama tinggal di daerah rel itu, tetapi setelah terbiasa, kebisingan-kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api yang lewat tidak lagi mengganggu Anda.

4. Di akhir doa, tetaplah tenang dengan mata tertutup untuk beberapa menit. Waktu tambahan ini dimaksudkan untuk membaantu Anda membawa suasana keheningan dalam kehidupan keseharian Anda.

(diambil dari berbagai sumber)

bastian-wawan

Selasa, 21 Agustus 2007

“ Untuk Mu: Ku Ingin ”

Aku memang memintamu mendorong batu itu, tetapi tidak untuk menggesernya.”


“Aku harus menjadi tegar. Apapun kata mereka, aku telah dilahirkan dengan dua kaki untuk berpijak di bumiku. Dengan dua tangan untuk mendekap kehangatanku. Aku akan menatap dengan mataku dan berpikir dengan kepalaku. Aku punya satu hati…dan aku tak ingin hati itu menjadi berduka hanya karena sejarahku. Kadang imajinasiku bergolak dalam batok kepalaku yang kecil. Namun imajinasi, dia hanya selalu seperti angin, berhembus dari kejauhan membawa kesegaran –sejenak menghilangkan penat – lalu…lalu tanpa jejak. Hah, aku tak setegar dadaku yang bidang atau semanis parasku yang elok. Aku tahu, aku hanyalah kucing manis penyakitan, yang lemah memandang hidup. Aku tidak pernah berani berontak dalam belenggu cinta yang mengekang –mengikat – hingga menghilangkan akuku yang bebas. Saat yang dekat pergi dan menghilang aku hanya dapat memandang, gundah, namun tak ada kata. Bukan tak mampu berkata – lebur, aku pun menjadi tiada.

***


Lari selalu muncul sebagai jawaban yang tidak pernah kuundang, namun ia seakan mengerti apa yang bergolak liar dalam jiwaku. Bertemu dengan banyak orang, bercengkrama ria, melupakan segalanya, menjadi pribadi agresif, menyebarkan ‘magi pesona’, dan terbang! Atau sedikit bertualang gila, mencari wajah wajah simpatik yang terpajang di etalase kampus atau Plaza, jika enak diajak berbagi cerita, punya selera humor yang cukup dan jiwa berwarnah Pink, mudah terharu namun tak punya cukup waktu untuk menjadi sahabat, tak apalah jika dijadikan teman dekat, sebuah komitment infantil karena aku tak percaya tentang cinta.

***

Dalam waktu yang berjalan ku coba menyembunyikan sejarah ku untuk sebuah kata ‘damai’. Aku tak ingin terusik, seperti prinsip yang selalu ku jaga ‘aku tak mau mengusik’. Sebulan, dua bulan, lalu tahun berganti. Kusadari, aku harus menyumpahi diri ini. Apa artinya damai, jika dipojok hati paling sempit yang telah kupalang –kupagari dengan ego-egoku terus berisik. Mereka berkata tentang kepengecutan. Aku berontak, aku bukan pengecut, aku hanya tak ingin bentrok. Aku hanya tak ingin menghabiskan energiku untuk apa yang tidak berarti.

***

Malam ini, lelah dan aku ingin tertidur lebih awal. Aku ingin lebih cepat melupakan kebisingan siang yang meresahkan itu. Angin membantuku, dan aku terlelap. Entah berapa lama, aku tak tahu, seakan terjaga –aku bermimpi; tetapi ini bukan sekedar mimpi, seakan nyata. Apakah pratanda, tidak ia nyata. Aku melihat Tuhan tersenyum! Dan kudengar bisik-Nya, “Anakku bangunlah, telah kuletakkan sebuah batu besar di halaman rumahmu, doronglah untukKu.” Lalu tinggallah ketiadaan. Aku terjaga! Keringat mengalir deras –gundah, aku merasa gelisah. Bergegas kupercepat langkahku dan ahk, aku melihat batu itu. Kuraba dan ku tahu ia nyata. ‘doronglah!’ kata itu terngiang; maka aku mendorongnya. Sebulan, waktu berjalan pasti menghabiskan setiap angka pada lembar kalenderku, tiga bula dan lalu tiga tahun. Aku benci, dan aku telah dibodohi. Jiwaku pernah berteriak tentang kepengecutanku, tetapi kini aku tahu mahkluk yang lebih pengecut dari jiwaku. Yang menyembunyikan diriNya dibalik jubah KemahaKuasaan. Ia bermain dengan kekuasaan untuk memperdayai kerapuhan jiwa-jiwa yang lemah. Maka aku berteriak sekuat dan semampuku. “Tuhan, Engkau penipu. Engkau menyuruhku mendorong batu yang telah Kau letakkan untukku, tetapi lihatlah banyak waktu terpakai dan tahun berlalu namun ia tidak bergeser sedikit pun. Jangan bingungkan aku dalam kesia-siaan ini.

***

Malam ini Ia datang padaku. Seperti malam-malam yang kemarin, Ia hadir dalam mimpi. Aku melihat senyumNya dan ia berkata, “adakah aku memintamu menggeser batu itu? Tidak, sekali-kali tidak! Dan adakah Aku menipumu? Lihatlah, kerja kerasmu telah berbuah. Engkau kini menjadi tegap, ototmu adakah lagi yang akan menertawakanmu? Oh, engkau lebih sehat dan wajahmu lebih ‘berwarnah’; apakah itu buah dari dustaku? Belajarlah dari padaku, sebab Aku adalah sang cinta dari cinta itu. Lalu, Ia menghilang dalam ketiadaan.

***

Pagi ini aku terbangun, kulihat hari tak seperti biasanya। Aku telah jatuh cinta dengan bayangan yang selalu hadir dalam kesamaan malam-malamku. Dan jiwaku, aku berkata untuknya kepadaMu, “Aku ingin kepadaMu… meletakkan segala resah dan ketidak mengertian. Sebab berat bagiku untuk menggeser sejarah itu namun…kini Engkau tahu apa yang bermain indah dalam imajiku. (dani)



Artikel ini dikirim oleh saudara Dani....

Sabtu, 18 Agustus 2007

MENGAPA ANDA PERLU BERDOA?

“Jika engkau bukan seorang pendoa, tidak ada orang yang akan percaya bahwa engkau bekerja hanya untuk Allah”


Francis Xavier Kardinal Nguyễn Văn Thuân

Dalam suatu kesempatan, aku berbicara dari hati ke hati kepada seorang teman tentang dunia pelayanan. Fenomena akan banyak orang yang memberikan dirinya kepada orang lain sangat menggembirakan kami. Betapa mengagumkan, ada orang yang mau menyuarakan suara orang yang tidak berani bersuara. Rupanya, pelayanan tidak hanya milik kaum berjubah, tetapi milik siapa saja yang mau terbuka pada kehendak Allah. Pelayanan adalah milik siapa saja yang mau mengambil bagian dalam keprihatinan Allah.

Di tengah animo pelayanan, ada satu hal yang menggelisahkan aku dan temanku. Kegelisahan ini lahir dari melihat kenyataan akan ketidakseimbangan hidup para pelayanan. Di satu sisi para pelayan memberikan dirinya terus menerus (aktivisme), tetapi di sisi lain mengabaikan kehidupan doa (kehidupan rohani). Sebagai contoh, ada beberapa teman-teman LSM yang melemparkan kritik pedas kepada kaum berjubah (ada sisi benarnya walaupun tidak seluruhnya) bahwa kaum berjubah yang mengikrarkan kaul kemiskinan sama sekali tidak peduli dengan orang miskin. Kemewahan menyingkirkan apa yang dijanjikan mereka kepada Allah, yakni menghayati kemiskinan. Di samping kritik itu, teman-teman ini merasa dirinya yang peduli dengan orang miskin karena mereka berteriak di jalan-jalan menyurakan suara mereka yang tidak berani bersuara. Mereka adalah orang-orang yang peduli! Semangat kepedulian mereka sangat tinggi. Tetapi, di tengah kepedulian mereka terhadap orang lain, mereka kehilangan semangat dan gampang putus asa! Mereka sangat kecewa manakala perjuangan mereka sia-sia. Mengapa? Penyebab utamanya adalah ketidak-seimbangan hidup.

Pelayanan (pemberian diri) tanpa membina kedalaman hidup rohani (hidup doa) akan membawa kita pada aktivisme. Aktivisme menandai disposisi hidup kita sebagai pelayan hanya bekerja, bekerja dan terus bekerja atas dasar motivasi kemanusiaan dan terlepas dari motivasi rohani. Maksudnya, pelayanan (pemberian diri) yang dilakukan tidak lahir dari penemuan akan kehendak dan keprihatinan Allah dalam situasi yang saat ini dan di tempat ini yang kita hadapi. Tidak mengherankan manakala kita melepaskan sisi kerohanian dari pelayanan dan pemberian diri kita, kita cepat merasa kecewa dan putus asa saat pelayanan dan pemberian diri kita tidak menghasilkan atau tidak dihargai oleh orang lain. Kita menjadi orang-orang yang terluka. Kita menjadi orang-orang yang hanya mencari kepuasan diri sendiri di dalam setiap pelayanan yang kita berikan.

Panggilan akan pelayanan adalah panggilan kita. Pelayanan yang kita emban adalah kepentingan Allah. Karena pelayanan yang kita lakukan adalah kepentingan Allah, maka sekecil apapun pelayanan kita, entah di rumah, di tempat kerja atau di mana pun, hendaknya kita lihat sebagai persembahan diri kita kepada Allah yang memanggil kita dan yang kita cintai. Allah yang akan menjadi kekuatan kita manakala kita mengalami tantangan dalam pelayanan dan pemberian diri kita. Percayalah bahwa “Ia takkan membiarkan kakimu goyah, penjagamu tidak akan terlelap…” (Mzm 121:3)।

bastian-wawan

Selasa, 14 Agustus 2007

BEKERJA SESUAI DENGAN KEMAMPUAN KITA

Kalau hidupmu sehari-hari tidak berarti, jangan salahkan hidupmu; salahkanlah dirimu; akuilah pada diri sendiri bahwa engkau bukanlah seorang penyair yang dapat menggubah kehidupan yang kaya nuansa; karena bagi sang pencipta tidak ada kemiskinan dan tidak ada tempat yang tidak layak.

RAIDER MARIA RILKE

Sampai saat ini banyak di antara kita yang diam-diam percaya bahwa kita harus menunggu sampai semua tenang kembali sebelum kita memulai suatu tindakan। Esok kita akan mulai menemukan kenikmatan-kenikmatan sejati. Esok kita akan memperlakukan diri kita dengan lebih baik. Esok kita akan menyisihkan waktu untuk diri kita sendiri dan menikmatinya. Esok, bila semua sudah tenang. Yang seperti ini dapat saya laporkan dari garis depan: hidup tak dapat menjadi tenang untuk waktu yang cukup lama bagi kita dan memberi kesempatan kepada kita untuk menunggu sampai besok pagi untuk memulai cara hidup seperti yang kita inginkan. Hidup selalu bergerak, selalu berubah, selalu menghadirkan situasi-situasi yang tak terduga. Selalu ada hal-hal menjengkelkan yang menguras perhatian Anda: dering telepon, anak-anak, pesan-pesan lewat fax, mobil mogok, piutang yang tak tertagih. Marilah kita mengakui bahwa sejauh pengalaman hidup yang nyata, kita hanya berada satu langkah dari pergulatan dengan kegagalan.

Jadi, apa yang harus kita lakukan? Kita bisa berhenti dan menunggu sampai hidup kita menjadi sempurna dan mulai bekerja dengan apa yang kita miliki dan membuatnya memuaskan bagi kita, sejauh yang kita mampu lakukan. Kita dapat menerima, mensyukuri, mengucapkan terima kasih, dan terus bekerja. Hari ini, kita dapat mulai menggali kekayaan rohani dari hidup kita sehari-hari. Hari ini kita bisa mengubah rasa serba kekurangan menjadi rasa syukur karena berkah yang melimpah. Menunda-nunda membuat kita kehilangan terlalu banyak kesempatan yang berharga. Teleponlah kawan Anda dan undanglah dia makan siang, mulailah membaca atau bahkan menulis novel, rapikan arsip Anda, cobalah resep masakan baru untuk hidangan makan malam, senyumlah kepada setiap orang yang Anda temui, duduk dan rajut impian Anda di depan perapian yang menebarkan kehangatan, ambil jarum sulam Anda lagi, bersikaplah seakan Anda bersyukur karena diberi hidup, tebarkanlah kebahagiaan. Pikirkan satu hal yang dapat membuat Anda gembira dan lakukan itu. Bagus! Langah pertama dalam suatu perjalanan selalu adalah langkah yang paling sulit. "Hidup memberi kehidupan. Energi menciptakan energi," begitu aktris Prancis yang terrnasyhur, Sarah Bernhardt, mengingatkan kita. "Hanya dengan membaktikan diri kita, kita menjadi kaya."


diambil dari SIMPLE ABUNDANCE: Menemukan Makna pada hal-hal yang sederhana (Sarah Ban Breathnach, Gramedia, 2000:57-58)

Minggu, 05 Agustus 2007

Aku adalah milik Allah

Baca: Injil Matius18:12-14

Pernyataan ”Aku adalah milik Allah” adalah sebuah kesimpulan dari perkataan Yesus kepada murid-murid-Nya. Setelah menyampaikan perumpaamaannya, Yesus berkata ”...Bapamu di surga tidak menghendaki seorang pun dari anak-anak ini hilang.” sebagai seorang Bapa (bukan dalam arti hubungan biologis dan sosial) yang baik, Allah tetap memilihara dan melindungi kita anak-anaknya. Bahkan ketika kita menjauh, Allah pun akan berusah menemukan kita. Dia tidak membiarkan kita menjauh dari kebahagiaan-Nya karena kita adalah miliki Allah.

Pernyataan ”Aku adalah milik Allah” mau mengatakan bahwa kita hendak memandang hidup ini dari sudut pandang Allah dan bersama Allah. Kalau kita melakukan ini, kita pun akan selalu sadar bahwa hidup ini berarti dan punya tujuan serta tidak cepat berputus asa. Kita akan selalu dalam kesadaran bahwa kita berada dalam perlindungan Tuhan.

Bagaimana kita memandang hidup ini dari sudut pandang Allah dan bersama Allah? Ini hanya dapat dilakukan apabila kita hidup dekat dengan Tuhan dalam doa dan keheningan; dekat dengan Sabda-Nya; meluangkan waktu untuk Perayaan Sakramen atau ibadah masing-masing menurut keyakinan masing-masing; dan akhirnya mau membuka hati terhadap rencana Tuhan apa pun bentuknya.

Percayalah bahwa kita ini adalah milik Allah!!!!!

RAHMAT TERBESAR: KEBEBASAN UNTUK MEMILIH


Allah telah menganugerahkan rahmat terbesar dalam hidup setiap orang, yakni Kebebasan untuk memilih. Jika kita memilih untuk hidup baik, maka hidup kita pun akan baik. Tetapi kalau kita memilih yang buruk, maka keburukan pun akan menjadi bagian hidup kita.

Kita kerapkali menyalahkan dan mengeluh bahwa orang lain yang menyebabkan keadaanku seperti yang aku jalani saat ini; kita menyalahkan Tuhan karena tidak memberikan bakat dan kemampuan pada kita untuk mencapai sukses; kita menyalahkan keluarga kita atas ketidakharmonisan kita. Intinya kita menentukan pilihan, yakni menjadi pribadi yang bermentalitas "korban". Lebih dari itu, kita memilih untuk tidak berbuat apa-apa dan hanya meratapi keadaan kita.

Keadaan kita saat ini ditentukan oleh pilihan kita sendiri. Kalau kita ingin sukses, berusahalah dengan baik; kalau ingin lulus, belajarlah dengan baik; kalau ingin keluarga Anda bahagia, pikirkanlah yang terbaik tentang apa yang bisa Anda lakukan untuk keluarga; kalau Anda ingin sehat, ber-olah-raga-lah secara teratur; kalau Anda ingin diterima oleh orang lain, berusahalah menerima dan menghargai orang lain terlebih dahulu, dll....

Jika kita menentukan pilihan pada yang baik dan benar dengan gembira dan penuh cinta, yakinlah keajaiban akan terjadi dalam hidup kita. Putuskanlah saat ini, pilihan hidup Anda!

Allah akan membantu kita mewujudkan impian kita!!!!!

Selamat Berjuang!!!

Sabtu, 04 Agustus 2007

Pertahankan Egomu Jika Ingin Menghancurkan Keluargamu….!

Fenomena hancurnya keluarga sudah menjadi rahasia umum. Kehancuran keluarga tidak pernah dibayangkan dan diharapkan oleh setiap orang manakala memutuskan untuk hidup bersama. Tetapi kelanggengan dan keharmonisan adalah cita-cita mereka. Kelanggengan dan keharmonisan dalam rumah tangga tidak tercipta dengan sendirinya. Masing-masing anggota keluarga harus berjuang habis-habisan untuk mengusahakannya. Masing-masing orang harus membayar harga dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri. Mengesampingkan kepentingan diri sendiri mau mengatakan betapa masing-masing anggota keluarga memiliki sikap batin yang siap menerima perbedaaan, siap berkonflik secara dewasa dan siap menerima kritik dengan rendah hati.

Beberapa waktu yang lalu seorang sahabat bercerita kepada saya tentang kesedihannya menyaksikan rumah tangga keluarga sahabatnya. Setelah 2 tahun membangun bahtera rumah tangga, kedua sahabatnya memutuskan untuk “berpisah”. Perbedaan pandangan, kecurigaan, dan kesibukan yang tidak memberi peluang untuk saling memperhatikan menjadi alasan bagi pasangan ini untuk berpisah. Pertengkaran hampir terjadi setiap hari. Padahal, jika melihat kembali kisah “perjalinan cinta” mereka, kata sahabatku, kita memiliki harapan besar akan kelanggengan dan keharmonisan rumah tangga yang akan mereka bangun. Menyedihkan! Harapan itu tidak menjadi kenyataan. Memenangkan kepentingan sendiri rupanya menjadi dasar kehancuran harapan bersama.

Sahabatku memiliki alasan untuk sedih. Siapa pun akan merasakan hal yang sama, termasuk diri saya sendiri. Kesedihan dan keprihatinanku menggema kembali bila mengingat kembali pengalaman-pengalaman teman-teman yang gelisah, marah, dendam terhadap orang tua mereka yang “menghancurkan” kehidupan mereka hanya karena keegoisan dan ketidakdewasaan dalam membangun bahtera keluarga. Betapa hati mereka hancur saat kedua orang tua mengkambing-hitamkan atau menjadikan mereka sebagai sasaran kemarahan atas pasangannya. Saya hanya berharap teman-teman atau siapa pun yang mengalami kepahitan di dalam keluarga hendaknya memiliki sikap hati yang mau mengampuni. Pengampunan adalah jalan satu-satunya membuka mata kita untuk menatap masa depan.

Jumat, 03 Agustus 2007

MENERIMA PERISTIWA PAHIT

Apa yang Anda lakukan, manakala Anda mendengarkan bahwa orang yang Anda cintai sedang sakit parah......? Pasti, Anda akan kuatir! Gelisah! Ketakutan akan kehilangan orang yang dicintai akan melintas dibenak Anda. Ketakutan itu akan terasa kuat jika Anda pernah kehilangan orang yang Anda cintai. Itulah yang aku rasakan ketika mendengar berita tentang mama yang sedang sakit. Permenungan demi permenungan, aku belajar menerima akan segala apa yang terjadi.....

Ada saat-saat tertentu dalam hidup kita, entah itu dalam waktu dekat atau dalam waktu yang lama, kita akan berhadapan dengan kenyataan akan kehilangan orang-orang yang kita cintai..... Betapa menyakitkan! Tetapi, pada akhirnya kita harus sampai pada sikap batin bahwa kebahagiaan kita terletak pada saat kita melepaskan dan bukan pada saat kita menggenggam. Manakala kita berusaha menggengam dengan erat-erat, maka kita pun akan menjadi orang-orang yang marah dan tidak mampu melihat rahmat yang tersimpan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga kita menjadi orang yang belajar menerima dan memaknai kenyataan pahit dalam hidup ini.

bastian-wawan